Selama di pesantren, berkali kali adit berusaha untuk bisa berbicara
dengan salsa, tapi salsa selalu menghindar, ia tak ingin ada pembicaraan
lagi antara dirinya dengan adit. Tapi ternyata adit tak gampang
menyerah, berbagai cara di lakukan adit untuk bisa berbicara langsung dengan salsa.
Sudah menjadi kabiasaan salsa, setiap sore, saat matahari kembali di peraduannya, salsa akan duduk-duduk di bangku di pinggir danau belakang pesantren sambil mambaca buku atau membaca Alqur'an. Menurut salsa sore adalah waktu terbaik dari sepanjang hari karena bisa menikmati indahnya senja dan jingga di langit.
Ternyata adit mengetahui kebiasaan sasla tersebut, sehingga, sore itu adit langsung menghampiri salsa di pinggir danau.
"Assalamualaikum,," sapa adit
"Wa'alaikumusalam,," salsa menoleh dan kaget, dia tak menyangka bahwa adit yang mengucapkan salam. Salsa spontan berdiri dan hendak pergi.
Adit mencoba menahan salsa "maaf jika aku mengganggu kamu, tak bisa kah kita bicara sebentar?, kenapa kamu selalu menghindar dari aku? apa aku punya salah yang begitu besar kepada kamu? sehingga aku tak pantas untuk berbicara dengan mu?"
pertanyaan beruntun yang membuat salsa terdiam dan kembali duduk di bangku itu, salsa tak bisa menjawab dan hanya menatap kosong ke langit senja.
"Boleh aku duduk?" adit bertanya, salsa hanya mengangguk tanpa suara.
"Aku ga' nyangka bisa bertemu kamu di sini sa?, ini pastinya bukan sebuah kebetulan kan, karna memang tak ada yang namanya kebetulan", adit berbicara sambil tersenyum sambil memperhatikan burung-burung bangau yang mencari makan di danau
"Aku dengar dari paman, kamu sudah dua tahun di sini sa, berarti berita heboh dari temen-temen yang mengabarkan kamu kabur dari rumah waktu itu benar ada ya sa, aku tak percaya bahwa kamu bisa senekat ini sa, banyak yang mengira bahwa kamu nekat ngambil beasiswa S2 ke Jepang itu sa"
Salsa masih diam dan tak mengeluarkan sepatah kata pun, dia bingung harus berkata apa,
"Salsa, kenapa kamu diam? adit melirik salsa yang tak bergeming sedikit pun
Salsa hanya menggeleng, ia ingin berbicara, tapi lidahnya begitu kelu.
"Sa, aku minta maaf untuk semua salah yang pernah aku lakukan, maafkan aku sa? kamu mau kan maafin aku?
"Tak ada yang perlu di maafin dit, kamu ga' ada salah apa-apa" akhirnya salsa mengeluarkan suaranya.
"Tapi kenapa selalu menghindar untuk bertemu dan berbicara dengan aku sa?
"Aku hanya,," salsa bingung menjawab apa " aku hanya merasa tidak ada lagi yang harus di bicarakan dengan mu dit"
"tapi menurut ku masih banyak yang harus kita bicarakan sa"
salsa memandang adit sekilas kemudian berkata "apa dit? apa lagi yang harus kita bicarakan?"
pertama aku ingin bertanya "mengapa kamu sampai berada di sini? aku rasa pertanyaan itu bukan hanya pertanyaan ku, tapi juga pertanyaan temen-temen kita sa, apalagi sahabat2 mu, mereka kamu tinggalkan begitu saja tanpa kabar berita"
Salsa sejenak terpekur dan merasa bersalah, sampai saat ini pun dia belum memberitahukan sahabat-sahabatnya dengan keberadaan nya sekarang. "aku hanya ingin menggapai impian ku yang lain, berada di sini seperti sekarang juga adalah impian ku, mungkin bisa juga di bilang pelampiasan, tapi pelampiasan yang positif, untuk sahabat-sahabat ku, hmm,, aku punya alasan sendiri untuk itu.
"Ok baiklah, aku mengerti sekarang, sa masihkah rasa itu tersimpan untukku?" tanya adit lirih
Salsa membisu ditanya begitu, dia tak tau dengan apa yang hatinya rasakan, tapi dia tak ingin lagi terjebak kenangan dan perasaan masa lalu, dia harus move on, dan dia juga sudah memiliki seorang laki-laki yang akan menjadi imamnya kelak. Dan dengan mantap dia berkata kepada adit "maaf dit, masa lalu tak akan pernah menjadi masa depan" .
~TAMAT~
Kirain salsa tarian ngga tahunya nama
ReplyDeleteSalsabilla, jadi mengingatkan nama anak teman kantor ayah yang sekarang sudah pindah ke Jogja. Ceritanya bagus Dian, setuju dengan bagian "masa lalu tak akan bisa menjadi masa depan"
ReplyDeleteLiat judulnya, kirain trik belajar tari salsa :)
ReplyDeleteMbak... Nice story... Tapi kok eydnya agak Macau krn nama org huruf kecil semua... Hehe
ReplyDelete